Kasus Pengeroyokan Ibu Lansia di Pasar Oinlasi: Oknum Polisi Diduga Lindungi Pelaku, Minta Korban Lapor Setelah 3 Hari Karena Itu Prosedur Polri!
![]() |
| Korban dugaan pengeroyokan Yakomina Nabut dan anaknya yang terjadi di Pasar Oinlasi, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten TTS, Provinsi NTT. (Foto : Ferdi Tanesib) |
LIPUTAN TIMOR, SOE, TTS - Seorang ibu lansia bernama Yakomina Nabut (60), menjadi korban pengeroyokan yang terjadi di Pasar Oinlasi, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur.
Peristiwa tersebut menyisakan luka fisik dan batin bagi korban yang kini menaruh kecurigaan terhadap salah satu oknum polisi setempat yang diduga kuat berupaya untuk melindungi pelaku.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun awak media diketahui bahwa oknum polisi tersebut pada saat kejadian datang melerai pelaku dan korban, sesaat setelah korban telah babak belur.
Kepada wartawan, Jumat (10/10/2025), Yakomina mengungkapkan bahwa saat kejadian, seorang anggota polisi yang diketahui merupakan salah satu Kanit dari Polsek Amanatun Selatan sempat melerai aksi pengeroyokan.
Namun mirisnya, korban menuturkan bahwa sang polisi justru mengarahkannya agar laporan baru boleh dibuat tiga hari setelah kejadian, dengan alasan bahwa itu merupakan prosedur yang ada di Institusi Polri.
"Saat itu kita sudah dipukul. Ada satu polisi yang datang pisahkan kami, tapi setelah itu dia bilang tunggu tiga hari dulu baru bisa buat laporan, katanya itu sesuai prosedur," ungkap Yakomina dengan nada kecewa.
Lebih lanjut pelaku yang berjumlah dua orang dan merupakan kakak beradik, Yakomina menjelaskan bahwa salah satu berinisial RN, merupakan seorang guru yang baru lulus seleksi PPPK Tahap II Provinsi NTT dan kini mengajar di SMAN Saenam, dan sering kali terlihat bersama oknum anggota polsek tersebut.
Hal ini memunculkan dugaan dari korban bahwa pelaku kemungkinan memiliki kedekatan dengan oknum aparat sehingga kasus ini cenderung dilindungi.
"Polisi seharusnya lindungi korban, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Saat kami mau lapor ke Polres TTS, pak polisi itu malah titip pesan supaya kami jangan sebut namanya," lanjut Yakomina.
Korban dan keluarga akhirnya memilih melapor langsung ke Polres TTS karena merasa tidak mendapatkan keadilan di tingkat Polsek. Laporan mereka telah diterima dan teregister dengan nomor STTLP/B/421/X/2025/SPKT/POLRES TTS.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak Polsek Amanatun Selatan belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan yang dilontarkan korban. Upaya konfirmasi kepada pihak kepolisian masih terus dilakukan oleh redaksi.
Kasus ini kini bukan hanya menjadi perhatian masyarakat lokal yang berharap agar aparat penegak hukum bersikap netral dan profesional dalam menangani perkara, apalagi yang melibatkan kekerasan terhadap warga sipil. Tapi menjadi atensi semua pihak secara meluas ditengah berkembangnya isu Reformasi Polri yang begitu kuat.
*Catatan kaki : Atas kejadian ini merupakan sebuah catatan penting bagi Kapolri, Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam memberantas anggota-anggotanya yang bermental bobrok agar institusi polri bisa kembali mendapat kepercayaan dari masyarakat. Salam Reformasi dari Indonesian Journalist Watch (IJW), Media Online Indonesia (MOI) Provinsi NTT, PWMOI Provinsi NTT, MOI Institute, dan Aliansi Jurnalis yang tergabung dalam Dewan Pers Media Online Indonesia di NTT. Salam persatuan dan terus suarakan keadilan!!!
(Ferdi)


.jpg)