Laporan Pencemaran Nama Baik Awalnya Ditolak, Usai Didemo Polda NTT Kini Terima Laporan Vicky Lamury

Nampak Vicky Lamury menggelar Demo Tunggal di Polda NTT, Kamis (11/9). Foto : Ferdi Tanesib

LIPUTAN TIMOR, KOTA KUPANG - Setelah sempat ditolak, laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilayangkan oleh aktivis Vicky Lamury akhirnya diterima oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (11/9). 

Penerimaan laporan ini terjadi setelah Lamury melakukan aksi demonstrasi tunggal di depan Mapolda NTT.

Berdasarkan pantauan di lokasi, aksi damai dimulai sekitar pukul 11.00 WITA dan berlangsung hingga pukul 12.00 WITA. Lamury, yang juga bertindak sebagai korban dalam kasus tersebut, berorasi menuntut agar laporannya yang sebelumnya ditolak bisa segera diproses oleh kepolisian.

Menanggapi aksi tersebut, pihak Humas Polda NTT segera berkoordinasi dengan Ditreskrimum dan Ditreskrimsus untuk memfasilitasi audiensi dengan Lamury di ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda NTT.

Dalam pertemuan tersebut, Lamury menegaskan bahwa laporan dugaan pencemaran nama baik yang dialaminya harus dikategorikan sebagai tindak pidana khusus

Menurutnya, postingan di media sosial yang ditujukan kepadanya tidak hanya bersifat kasar, namun juga mengandung unsur penistaan dan body shaming yang menyerang harkat dan martabat pribadi.

Setelah sekitar 30 menit berdiskusi, akhirnya laporan tersebut diterima oleh bagian Siber Polda NTT dengan nomor surat tanda penerimaan laporan: STPLI/92/IX/RES.2.5./2025/DITRESKRIMSUS.

“Tadi setelah berkoordinasi dengan tim dari Ditreskrimum dan Ditreskrimsus Polda NTT, akhirnya laporan saya diterima oleh bagian siber,” kata Lodovikus Lamury kepada wartawan usai audiensi.

Lodovikus berharap kepolisian segera mengusut pemilik akun anonim yang diduga melakukan pencemaran nama baik melalui platform Facebook.

“Saya yakin pihak Polda NTT mampu mengungkap identitas akun anonim tersebut. Saya serahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang adil dan transparan,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa sebelumnya laporan yang diajukan sempat ditolak dengan alasan mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kejaksaan Agung, dan Polri

Dalam SKB tersebut disebutkan bahwa cacian, makian, dan kata-kata kasar tidak termasuk dalam pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat 3.

Namun, setelah dilakukan pendalaman lebih lanjut dalam audiensi, ditemukan bahwa isi unggahan di media sosial mengandung unsur body shaming. Hal ini dinilai memenuhi klasifikasi pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024.

Dengan diterimanya laporan ini, publik kini menanti langkah konkret Polda NTT dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum berbasis media sosial tersebut.

(Ferdi Tanesib)

Next Post Previous Post