Kuasa Hukum Terdakwa Fidalo Fice Boko berhasil yakinkan Hakim, Vonis 3 Bulan Penjara dalam Perkara Penganiayaan Berat

Fidalo Fice Boko (kiri), terdakwa dalam kasus penganiayaan berat divonis 3 Bulan Penjara bersama Kuasa Hukumnya Advokat Andre Lado, Rabu (6/8).

LIPUTAN TIMOR, KOTA KUPANG - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang pada Rabu (6/8) menjatuhkan vonis tiga bulan penjara terhadap terdakwa Fidalo Fice Boko dalam perkara penganiayaan berat yang mengakibatkan korban mengalami kebutaan pada mata kiri. Putusan ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan enam bulan dari Jaksa Penuntut Umum.

Vonis ini dijatuhkan setelah hakim mempertimbangkan pleidoi atau pembelaan dari kuasa hukum terdakwa, Anderias Lado, S.H., yang menekankan sejumlah faktor yang meringankan terdakwa.

Dalam pledoinya, kuasa hukum menyampaikan bahwa Fidalo Fice Boko belum pernah dipidana sebelumnya, bersikap sopan selama persidangan, serta mengakui seluruh perbuatannya dengan penyesalan. Terdakwa juga menunjukkan iktikad baik dengan mengikuti seluruh proses hukum tanpa hambatan.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum, Nurma Rosyida, dalam tuntutannya menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat sesuai Pasal 351 ayat (2) KUHP, dan menuntut hukuman penjara selama enam bulan.

Kasus ini bermula dari pertengkaran antara Fidalo Fice Boko dan korban, Sarah Eti Orance Panab, pada 25 September 2024 di halaman belakang kios milik korban di Jalan Jeruk, Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Dalam cekcok tersebut, terdakwa memukul wajah korban menggunakan ember plastik berwarna hitam dengan gagang besi, yang menyebabkan luka serius dan kebutaan pada mata kiri korban.

Berdasarkan visum dari RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang, korban mengalami luka iris pada pelipis dan bola mata kiri, serta perdarahan pada selaput bening mata. Luka tersebut dikategorikan sebagai luka berat akibat kekerasan benda tumpul.

Dalam amar putusannya, selain pidana penjara, majelis hakim juga memerintahkan agar barang bukti berupa ember plastik yang digunakan dalam penganiayaan dirampas untuk dimusnahkan serta terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp2.000.

Kasus ini menjadi sangat menarik sebab dampak serius yang dialami korban, namun juga memunculkan perdebatan seputar pertimbangan keringanan dalam hukum pidana terhadap terdakwa yang kooperatif dan menunjukkan penyesalan. (Red)

Next Post Previous Post